Menidaklanjuti pengaduan masuk terkait laporan masyarakat yang mengeluhkan adanya dampak negatif atas keberadaan kandang ayam di desa Tanjung Bulan Kecamatan Rambang Kuang Kabupaten Ogan Ilir Sumsel. Dinas Lingkungan Hidup Ogan Ilir mendatangi langsung lokasi peternakan/kandang ayam broiler tersebut, Senin (28/10/2024).
Kedatangan DLH disambut oleh Fadli SH pemilik peternakan ayam broiler, Jamil Mursyid Kepala Desa Tanjung Bulan, dan beberapa warga sekitar lokasi kandang ayam.
Menurut Mira Diani Plt DLH Ogan Ilir, kedatangannya bersama tim merupakan teknis mereka dalam menanggapi laporan/pengaduan masuk mengenai dampak negatif yang ditimbulkan kandang ayam broiler milik Fadli diantaranya mengundang serbuan lalat dan bau menyengat yang mengganggu kenyamanan masyarakat setempat.
“Jadi, ini teknis yang harus kami lakukan terkait pengaduan masyarakat. Untuk itulah, saya dan tim turun ke lapangan untuk melihat secara langsung kondisinya seperti apa dan fakta lainnya?.”, katanya saat diwawancarai wartawan.
Mira menyebut, pihaknya hanya melaksanakan fungsi pengawasan disertai pembinaan terhadap pihak perusahaan/pemilik kandang ayam broiler tersebut bukan serta merta ingin menutup atau memberi sanksi.
Fadli, sang pemilik kandang ayam broiler mengatakan bahwa kedatangan DLH di sini “pincang” artinya mereka datang tidak berbarengan dengan tenaga ahli dari Dinas Peternakan agar berimbang.
“Alhamdulillahnya, ini kunjungan perdana penyuluhan atau bentuk pengaduan warga. Tapi di sini kami berharap netralitas dari DLH agar tetap terjaga. Di sini kami mengantongi data 10 dari rumah warga, ada 9 KK yang bertandatangan menyatakan tidak merasakan efek negatif sesuai laporan. Saya ketua forum komunikasi ayam broiler mewakili dari kawan-kawan agar jangan sampai dogma tentang bahwa kandang ayam adalah pabrik pembuat lalat ini berkembang menjadi stigma”, ujarnya di hadapan wartawan.
Lebih dalam Fadli menyampaikan bahwa ia amat berharap dinas terkait untuk memberikan sebuah data kebenarannya bagaimana untuk menjadi bahan kades berbicara kepada khalayak ramai agar ini jangan sampai tetap dikembangkan menjadi bahasa – bahasa provokatif. Dan DLH agar lebih peduli untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat.
“Kami sebagai pelaku usaha di daerah ini, bahkan kami menjadi wakil pemerintah dalam menciptakan lapangan kerja. Saya inisiator menghadirkan kandang ayam di Ogan Ilir dengan sistem clouse house. Bahkan saya orang pertama kali close house di Sumsel. Dan alhamdulillah pencapaian saya saat ini, desa Tanjung Bulan adalah penyumbang daging ayam terbesar di Sumsel”, bebernya.
Fadli menjelaskan, ia memiliki 3 kandang di mana per lantainya ada 20 ribu ekor ayam. Dengan total 60 ribu ekor ia memperkerjakan 13 KK asli masyarakat sini. Perihal pengaduan itu, 9 dari 10 warga menyatakan tidak merasakan efek negatif seperti yang dilaporkan.
“Harapan kami ada mentoring dari dinas terkait untuk membekali kami bagaimana mengatur sesuai standar operasional prosedural”, harapnya.
Diakui Fadli, bahwa mereka (pelaku usaha) ini sudah membantu Bupati dan SKPD lain dengan membuka lapangan kerja.
“Harapan kami, berikan kami kemudahan dan mentoring. Dan kami tegaskan bahwa bukan kandang ayam yang berdiri di permukiman warga tapi permukiman warga lah yang mendatangi lingkup kandang”, tandas Fadli.
Sementara itu, Fredrik Efrizal (49) tokoh masyarakat setempat didampingi Dr. Putri Melinda Firmansyah dan suami mengatakan harusnya pihak perusahaan bisa mengantisipas atau berupaya mengurangi serbuan lalat karena lalat ini sangat mengganggu kesehatan dan kenyamanan masyarakat sekitar.
Apalagi perusahaan itu juga mengolah bangkai ayam menjadi pakan ayam. Dan secara logika, lalat itu akan datang menuju bau busuk, seperti bau pakan ayam, bangkai ayam, dan kotoran (tahi) ayam. Akan tetapi, lalat-lalat itu tidak bisa memasuki kandang ayam sehingga lalat pun menyebar ke permukiman warga dusun dua.
Kami berharap pihak perusahaan bisa memberikan solusi terbaiknya. Terlebih Perusahaan ini sudah beroperasi 6 tahun, namun jarak dari permukiman hanya 100 meter, bahkan di radius 500 meter pun masih terdampak serbuan lalat.
“Kami sudah tidak tahan lagi. Sudah sering kali disampaikan keluhan ini namun tidak ada tanggapan sama sekali baik perusahaan maupun Pemdes. Kami merasa sudah sangat tidak nyaman. Dan perlu digarisbawahi kami tidak risih dengan usahanya tapi tak tahan dengan dampak negatifnya”, tuturnya.
Kami berharap pihak perusahaan bisa merespon positif keluhan ini, jangan sampai dampak buruk atau negatif ini makin berkepanjangan. Perizinannya patut dipertanyakan, andai benar berizin harusnya mengedepankan standar dan mengikuti aturan dari DLH, berapa radius jarak yang dianjurkan. Semoga pihak terkait dapat bersikap tegas mengenai ini.
Pernyataan berbeda disampaikan Mashadi (42) yang jarak rumahnya hanya 50 meter dari kandang ayam.
Kepada wartawan, dia mengaku bahwa kandang ayam itu lebih dulu ada dari rumahnya.
“3 tahun duluan kandang dari rumah kami, dan kami tidak merasakan dampak buruknya, malah kami merasa terbantu, dapat aliran listrik gratis, diperbolehkan mengambil dan mengkonsumsi daging ayam dari kandang. Kami tidak merasa terganggu, kalau masalah lalat ini kan tanpa ada kandang ayam pun lalat tetap ada di mana-mana pak”, cetusnya.
Di tempat yang sama Kepala Desa Tanjung Bulan Jamil Mursyid, turut membenarkan adanya laporan dari warganya. la mengaku telah memanggil pihak pengelola kandang ayam untuk mencari solusi terkait keluhan warga dan sudah melaporkan masalah ini kepada Camat setempat.
Saya sudah memanggil pihak pengelola kandang ayam untuk dicarikan solusi dan telah ditanggapi bagaimana jalan yang terbaik seperti apa yang kita harapkan bersama supaya kampung/desa kita tidak menjadi sorotan publik yang negatif.
“Kami tidak berkompeten menilai siapa benar siapa salah. Namun kita berupaya agar antara pengadu dan perusahaan untuk dimusyawarahkan bagaimana solusinya. Dan memang duluan kandang ayam, baru rumah warga”, tuturnya. Demikian Laporan Tim PPWI-OI