Mengantisipasi Ancaman Kelaparan Nasional di Era Pandemi Covid-19

760 views

Ilustasi Kelaparan, Foto Ist

“Jokowi: FAO Peringatkan Pandemi COVID-19 Dapat Sebabkan Krisis Pangan Dunia”

Presiden Joko Widodo (Jokowi) meminta jajarannya memperhatikan stok bahan pangan di masa pandemi COVID-19. Jokowi menyampaikan peringatan Organisasi Pangan dan Pertanian (FAO) soal ancaman krisis pangan akibat virus Corona.

“Seperti pada rapat yang lalu sudah saya sampaikan bahwa FAO memperingatkan bahwa pandemi COVID-19 ini dapat menyebabkan krisis pangan dunia. Ini hati-hati,” kata Jokowi dalam siaran Sekretariat Presiden, Selasa (21/4/2020).

Perilaku dasar masyarakat kita, terutama masyarakat pedesaan dalam mengakses bahan pangan telah banyak mengalami perubahan. Bila sebelumnya bahan pangan diambil dari pekarangan, kebun atau sawah sendiri, saat ini masyarakat desa ingin yang serba instan: beli.

Tidak heran bila tukang sayur keliling sekarang tidak saja tumbuh subur di kota-kota, tapi juga di pedesaan. Perilaku masyarakat modern yang ingin serba praktis ternyata juga mendorong pemenuhan kebutuhan pangan yang juga serba ingin mudah.

Masyarakat tidak lagi cukup sabar untuk menanam bahan pangan lokal sendiri. Mereka cukup sedia uang, dan menunggu kedatangan tukang sayur.

Menurut Peneliti Agraria LP3ES Iqra Anugrah menilai, dampak dari pandemi Corona patut diwaspadai bersama. Sebab, kata dia, korban pertamanya adalah masyarakat kelas menengah ke bawah.

“Dari perspektif agraria, dampak pandemi covid-19 ini memang mengkhawatirkan. Krisis pangan akan terjadi, dan yang akan terdampak adalah lapisan-lapisan yang paling rentan dari masyarakat, seperti kelas menengah ke bawah dan kelompok-kelompok minoritas di perkotaan,” ujar Iqra melalui keterangan tertulis, Senin (27/4/2020).

Iqra yang juga merupakan peneliti di Pusat Kajian Asia Tenggara Universitas Kyoto Jepang ini mengatakan, langkah mitigasi guna mencegah krisis pangan mutlak dilakukan pemerintah.

“Mencegah alih fungsi lahan sangat penting,” ucap dia.

Selain itu, lanjut Iqra, pemerintah juga harus mendorong pembangunan sektor agraria yang berorientasi pada kebutuhan masyarakat, bukan hanya sekedar kebutuhan pasar. Apalagi di tengah pandemi virus Corona Covid-19 seperti saat ini.

“Kemudian juga harus didorong lebih lanjut adalah agenda redistribusi lahan serta penyelesaian konflik-konflik agraria. Terakhir, pemerintah juga perlu mengakomodir pola kepemilikan lahan yang bersifat komunal agar dikelola oleh organisasi dan komunitas rakyat di pedesaan,” ucap Iqra.

Dalam beberapa bulan ke depan, bencana kelaparan dalam skala besar diperkirakan akan melanda seluruh dunia. Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) memperingatkan bahwa bencana kelaparan tersebut adalah imbas dari pandemi virus corona yang saat ini masih melanda seluruh dunia. Melansir CNN, Rabu (22/4/2020) Direktur Eksekutif Program Pangan Dunia (WFP) David Beasley memprediksi bahwa skenario terburuk dari bencana kelaparan ini akan melanda sedikitnya tiga lusin negara. Sementara itu, saat ini sepuluh dari negara-negara itu sudah memiliki lebih dari 1 juta orang diambang kelaparan. David menyebut bahwa konflik, resesi ekonomi, penurunan bantuan dan jatuhnya harga minyak dunia sebagai faktor yang mungkin menyebabkan krisis pangan dan membutuhkan tindakan cepat untuk mencegah bencana itu. “Saat kita menangani pandemi Covid-19, kita juga berada diambang pandemi kelaparan. Ada juga bahaya nyata bahwa lebih banyak orang berpotensi meninggal akibat dampak ekonomi Covid-19 daripada dari virus itu sendiri,” kata David Beasley kepada Dewan Keamanan PBB.

WFP sebelumnya telah memperingatkan bahwa pada 2020 akan menjadi tahun yang sulit bagi banyak negara yang dilanda oleh kemiskinan atau perang. Sebanyak 135 juta orang terancam menghadapi krisis kelaparan atau lebih buruk lagi. Angka tersebut ditambah dengan 821 juta orang yang saat ini tengah dilanda kelaparan kronis, dapat mendorong lebih dari 1 miliar orang ke dalam situasi yang mengerikan. Badan itu mengidentifikasi 55 negara yang paling berisiko terjerumus ke dalam kelaparan dalam laporan tahunannya tentang krisis pangan yang dirilis minggu ini.

WFP juga memperingatkan bahwa sistem perawatan kesehatan negara-negara yang rapuh ini tidak akan mampu mengatasi dampak virus corona.
“Negara-negara ini mungkin menghadapi dilema yang luar biasa antara menyelamatkan nyawa atau mata pencaharian dan dalam skenario terburuk, menyelamatkan orang-orang dari virus corona agar mereka mati kelaparan,” kata laporan itu. Sepuluh negara dianggap sebagai yang paling berisiko, setelah mengalami krisis pangan terburuk pada tahun lalu.

Kesepuluh negara tersebut adalah Yaman, Republik Demokratik Kongo, Afghanistan, Venezuela, Ethiopia, Sudan Selatan, Sudan, Suriah, Nigeria, dan Haiti. Sebagian besar negara-negara itu sejauh ini telah terhindar dari pandemi virus corona terburuk. Tetapi dengan sistem kesehatan mereka yang rapuh berarti bahwa wabah yang relatif kecil sekalipun dapat berakibat parah.

Dampak locdown dan resesi ekonomi Beasley juga mengatakan, lockdown dan resesi ekonomi diperkirakan akan menyebabkan hilangnya pendapatan besar-besaran di antara pekerja miskin.  Industri pariwisata juga akan turun tajam, yang mempengaruhi negara-negara seperti Haiti, Nepal, dan Somalia. “Hilangnya penerimaan pariwisata akan merusak negara-negara seperti Ethiopia, dan jatuhnya harga minyak di negara-negara berpenghasilan rendah seperti Sudan Selatan akan berdampak signifikan,” tambah dia.

Dia mengimbau negara-negara anggota PBB untuk bertindak sekarang. “Kita akan berhadapan dengan bencana kelaparan skala besar dalam beberapa bulan mendatang,” kata Beasley. Beasley berkata bahwa tidak banyak waktu yang dimiliki, sehingga dia meminta semua negara untuk bertindak cepat juga bijak. “Saya percaya bahwa dengan pengalaman dan kerja sama kami dapat menyatukan tim dan program yang diperlukan untuk memastikan pandemi Covid-19 tidak menjadi bencana kemanusiaan dan krisis pangan,” kata Beasley.

Anggota DPR RI Fraksi PDI Perjuangan, Ir. Hugua mengingatkan pemerintah soal ancaman kekurangan pangan pada Agustus mendatang. Berdasarkan data statisitik hingga Juni 2020, stok pangan nasional khususnya beras masih cukup aman. Namun setelah Juni 2020, Indonesia boleh jadi akan menghadapi kekurangan pangan. “Ya sangat tergantung pada hasil panen sekarang dan kondisi iklim pada musim tanam berikutnya,” kata Hugua dalam keterangannya, Jumat (1/5/2020).

Menurut Hugua, peringatan ini beralasan karena seluruh energi bangsa saat ini terkuras habis pada kegiatan medis dan non medis melawan Covid 19.

“Walaupun pemerintah pusat telah mengeluarkan stimulus untuk membantu petani, namun pasti belum sepenuhnya menyelesaikan ancaman kelangkaan pangan karena masalah utama yang dihadapi akibat Covid 19 adalah terganggunya rantai distribusi logistik secara nasional,” ungkap Hugua.

Pengurus Wilayah Nahdlatul Ulama (PWNU) Jawa Tengah mendorong kepada warga NU untuk menanam tanaman pangan yang bisa dipanen dalam kurun waktu semusim untuk mengantisipasi kemungkinan terjadinya  krisis pangan akibat pandemi Covid -19. Sekretaris PWNU Jateng KH Hudallah Ridwan Naim mengatakan, di tengah upaya memotong mata rantai covid-19 melalui berbagai skenario di bawah kendali gugus tugas yang dibentuk pemerintah, nahdliyin juga harus menyiapkan skenario untuk menghadapi kemungkinan terburuk yakni jika terjadi krisis pangan.   “Skenario itu berupa gerakan masif untuk menanam tanaman hortikultura yang bisa cepat dipanen, seperti sayur-sayuran yang tidak sulit perawatannya,” kata Gus Huda kepada NU Online di Semarang, Senin (4/5).

Author: 
    author

    Related Post